13 Nov 2014

KENNETH WALTZ -PENJELASAN TENTANG PERANG:LEVEL ANALISA



Diawali dengan sejarah studi Hubungan Internasional yang muncul antara Perang Dunia I dan II, realisme muncul sebagai arus utama pendekatan hubungan internasional akibat ketidaksempurnaan pendekatan kaum idealis, terutama pembahasan tentang ‘perang’. Pendekatan pemikir Idealis dinilai lemah karena terlalu meremehkan ‘power,’ dan terlalu menyanjung tinggi rasionalitas manusia, bahkan meyakini bahwa negara bangsa telah mencacah sekian besar kepentingan bersama demi mengatasi ‘momok’ perang. Debat-debat mengenai permasalahan power, rasionalitas, kepentingan bersama dan perang, mulai muncul pada masa generasi baru realisme di akhir 1930-an, dimana mereka menekankan pada kemaha-luasan ‘power’ dan pertarungan alami-politik antar bangsa.
Teori yang akan digunakan dalam menjabarkan politik luar negeri Iran adalah Neo-Realisme. Neo-Realisme adalah teori Realisme klasik Hans J. Morgenthau yang diperbaharui Kenneth N. Waltz untuk melengkapi kekurangan teori Realisme dalam menjabarkan realita dunia perpolitikan terkini. Waltz menggunakan pendekatan teori internasional politik yang lebih saintifik. Dalam neo-realisme, negara masih aktor utama juga sebagai leviathan dan penentu haluan “bahtera” politik dunia. Struktur anarki menurut neo-realis memungkinkan negara diserang kapanpun dan self-help is the best way to feel secure.
Neo-Realis melihat power dari pandangan yang berbeda, kepentingan nasional yang paling utama adalah security dan menghalalkan kerjasama dalam pembentukan sekuritas bersama. Hal tersebut kerap kali membuat negara lain yang berada di luar “ikatan” kerjasama terprovokasi untuk meningkatkan kekuatan juga sehingga berakibat security dilema dan dapat berakhir pada perang yang krusial serta collective destruction.
Persamaan neo-realisme dan realisme klasik menjadikan negara dan perilaku negara sebagai fokusnya serta berusaha menjawab pertanyaan mengapa perilaku negara selalu terkait dengan kekerasan. Dalam pemikiran kedua realis ini pula, perilaku negara yang keras dan amoral merupakan konsekuensi dari endemiknya kekuasaan dalam politik internasional, seperti secara jelas dikutip dari “The Globalization of World Politic” John Baylis dan Steve Smith yang diwakili ekspresi Morgenthau (pemikir realisme klasik) dengan "fundamentally about struggle for belonging, a struggle that is often violent".
Adapun bagi neo-realisme, perebutan kekuasaan dalam politik internasional bukan berasal dari hakekat manusia (negara), melainkan dari struktur yang menjadi konteks dari perilaku negara-negara yang bersifat anarkhi.
Dalam sebuah sistem yang secara struktural anarkhi, negara harus bertindak semata-mata berdasarkan kepentingannya sendiri, yaitu mengejar kekuasaan sebesar-besarnya. Negara tidak bisa menggantungkan keamanan dan kelangsungan hidupnya pada negara atau institusi lain, melainkan pada kemampuannya sendiri (self-help), yakni mengumpulkan berbagai sarana seperti yang terutama ialah militer. Tetapi, kebutuhan sebuah negara untuk mempertahankan diri dengan memperkuat kekuatan militernya bagi negara lain merupakan sumber ancaman dan menuntut negara lain tersebut melakukan hal yang sama yang dikenal sebagai security dilemma.
Pemikir kaum neoralis kontemporer termuka  adalah Kenneth Wltz (1979). Menurut teori Neoraliz Waltz, bentuk dasar hubungan internasional adalah struktur anarki yang tersebar di antara negara-negara. Negara-negara serupa dalam semua hal fungsi dasarnya yaitu dismping perbedaan budaya,atau ideologi atau konstitusi atau personal , mereka semua menjalankan tugas-tugas dasar yang sama. Semua negara harus mengumpulkan pajak. Menjalankan kebijakan luar negeri. Negara-negara sangat berbeda hanya mengacu kepada kapabilitas mereka yang sangat beragam. 
Neorealis menyimpulkan bahwa karena perang adalah efek dari struktur anarkis dalam sistem internasional, kemungkinan akan berlanjut di masa depan. Memang, neorealis sering berpendapat bahwa prinsip penataan sistem internasional belum berubah secara mendasar dari saat Thucydides sampai kepada munculnya perang nuklir. Pandangan bahwa perdamaian tidak bertahan lama mungkin dapat dijelaskan oleh ahli teori lain sebagai pandangan pesimis sebagian besar hubungan internasional. Salah satu tantangan utama untuk neorealis  adalah teori perdamaian demokratik dan penelitian yang mendukung seperti buku Never at War. Neorealis menjawab tantangan ini dengan menyatakan bahwa teori perdamaian demokratik cenderung untuk memilih dan memilih definisi demokrasi untuk mendapatkan hasil empiris yang diinginkan (prasangka). Dalam perang tidak ada kemenangan tetapi derajat hanya bervariasi dari kekalahan, proposisi yang telah memperoleh peningkatan penerimaan pada abad kedua puluh. Perang hasil dari keegoisan, dari implus agresif salah arah, dan dari kebodohan. Perang paling sering mempromosikan kesatuan internal dari masing-masing negara yang terlibat.
Pemikiran Kenneth Waltz masih tetap mempunyai kesamaan dengan pendahulunya dengan melihat struktur untuk melakukan prediksi. Di dalam kenyataannya perfect information/balance of power adalah hal yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Karl Popper menyatakan bahwa sebuah teori harus bisa difalsifikasi secara ilmiah maka ia dapat dikategorikan teori yang ilmiah. Kenapa dalam situasi apapun ilmuwan tidak dapat melakukan prediksi? Imperfect Information di dalam sistem internasional bisa terjadi walaupun negara-negara mempunyai peralatan yang canggih untuk kegiatan intelejen mereka, seberapa banyak informasi yang akan mereka tampun untuk direduksi untuk mencapai suatu kesimpulan yang benar-benar sahih. Di satu sisi pemikiran natural dari Waltz (natural selection dalam artian beradaptasi) mempunyai kelebihan tetapi karena metode prediksi yang ia perkenalkan maka menurut saya Waltz kurang memperhatikan faktor-faktor random effect dalam suatu situasi.
Teori Neo-Realisme menunjukkan bahwa pergerakan dunia saat ini mengarah pada kerjasama yang terjalin di antara negara-negara adalah untuk memperkuat survival ability dengan pendekatan power dan national interest serta visi bersama. Power sendiri tidak hanya dilihat dari kekuatan militer saja, tetapi bisa dilihat bagaimana kekuatan ekonomi ataupun politiknya mampu memperkuat survival ability suatu bangsa. Kerjasama dalam rangka membangun kekuatan tersebut menghasilkan hubungan sosial yang cukup erat, dapat dilihat bagaimana dekatnya hubungan negara sosialis dengan negara Islam seperti Venezuela dan Iran. Gelombang gerakan Islam dan Neo-Sosialisme menjadi anti-thesis untuk imperialisme Barat. Struktur anarki dunia memaksa negara untuk menentukan sikap bahkan memaksa untuk bertindak. Memilih untuk tidak atau ya, memilih untuk melanjutkan imperialisme Barat atau menghentikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar