17 Jun 2014

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DALAM ASPEK POLITIK


Kita semua tahu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang menganut asas demokrasi.. Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga didunia. Sejak lahirnya kemerdekaan dan setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, UUD 45 memberikan gambaran bahwa Indonesia adalah negara yang menganut azaz demokrasi. Sistem pemerintahandemokrasi, dalam mekanisme kepemimpinannya presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih oleh rakyat. Mengacu kepada definisi demokrasi secara umum, yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Seharusnya sebuah masyarakat suatu negara bisa dengan bebas mengeluarkan pendapat dimuka umum, bebas menentukan pilihan, bebas berekspresi, dan para jurnalis pun seharusnya bebas dalam membuat artikel Koran mengenai tata kenegaraan. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya di Indonesia dilakukan pemilihan umum bebas, sampai kemudian presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Tidak lama setelah Ir.Soekarno menjabat menjadi presiden terjadi kehancuran, bisa dibilang saat itu negara “collapsed” yang menyebabkan lengsernya Soekarno dari kursi presiden. Soekarno dianggap telah gagal menjalankan pemerintahannya. Saat pemerintahan Soekarno, beliau mengeluarkan pernyataan bahwa “politik adalah panglima” Tapi tanpa ada penyeimbang dari sektor ekonomi. Seperti yang kita tahu bahwa kebijakan politik tidak akan dapat bertahan tanpa kebijakan ekonomi dan begitupun sebaliknya, karena kebijakan politik dan ekonomi adalah bagain sekeping mata uang. Lalu berakhirlah masa pemerintahan Soekarno.
Dan dilantiklah Soeharto yang pemerintahannya disebut Orde Baru menggantikan kepemimpinan Soekarno yang disebut Orde Lama dan bertahan selama 32 tahun menjadi presiden. Dalam masa pemerintahannya, harus diakui negara memang makmur. Beliau juga mengutarakan pernyataan yang mirip dengan pernyataan Soekarno, yakni “ekonomi adalah panglima”. Rakyat dibuat bahagia karena harga komoditas dan sembako murah meriah tanpa rakyat tahu bahwa diam-diam Soeharto telah melakukan KKN besar-besaran untuk menambah pundi-pundi „uang panas‟nya. Namun rakyat tetap diam dan seolah tak tahu menahu soal ini
karena lihainya strategi Soeharto dalam membungkam mulut rakyat. Harga dibuat sedemikian rupa agar rakyat bahagia. Tentu saja rakyat tidak ambil pusing karena menurut mereka sistem pemerintahan seperti ini sudah dapat membuat makmur dan mensejahterakan kehidupan.
Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, alih-alih mempunyai suatu pemerintahan yang demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal pemerintahan Indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang membelenggu kebebasan politik warganya. Masyarakat dilarang dan tidak diperbolehkan untuk bebas mengeluarkan pendapat, yang jika aturan itu dilanggar maka oknum kepolisian tidak segan untuk memburunya. Dikekangnya demokrasi di dua zaman pemerintahan tersebut akhirnya membuatrakyat Indonesia berusaha melakukan reformasi sistem politik di Indonesia padatahun 1997 yang memuncak pada tahun 1998. Terjadinya kerusuhan dan krisis multidimensi yang pada awalnya karena krisis Asia namun berimbas ke Indonesia. Nilai tukar rupiah semakin menurun terhadap dollar AS. Harga komoditas dan sembako semakin beranjak naik. Disusul oleh kenaikan BBM. Hal ini semakin menumbuhkan semangat masyarakat terutama aktivis muda (mahasiswa) dalam aksi demonstrasi sebagai sikap protes atas kemuakannya dengan sistem pemerintahan otoriter seperti ini. Namun sikap mahasiswi ini kemudian dinilai anarki oleh petugas keamanan yang lalu berujung kepada Tragedi Trisakti yang menyebabkan terbunuhnya 4 mahasiswa trisakti. Keadaan semakin memanas dipicu juga karena adanya kerusuhan dari beberapa daerah di luar Jakarta lalu memuncaklah kemarahan rakyat yang ditunjukkan dengan pembakaran, penjarahan, dan kerusuhan yang sangat merusak sarana dan prasarana serta infrastruktur. Juga banyak merenggut nyawa aktivis muda. Reformasi yang diperjuangkan oleh berbagai pihak di Indonesia akhirnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru yang otoriter di tahun 1998. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto resmi mundur dari jabatan dan digantikan oleh wakil presiden BJHabibie. Pasca kejadian tersebut, perubahan mendasar di berbagai bidang berhasil dilakukan sebagai dasar untuk membangun pemerintahan yang solid dan demokratis. Namun, hingga hampir sepuluh tahun perubahan politik pascareformasi 1997-1998 di Indonesia, transisi menuju pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan sebuah pemerintahan yang profesional, efektif dan efisien. Demokrasi yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah OlleTornquist hanya menghasilkan Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Contohnya yang nyata dan terjadi saat ini adalahdemokrasi politik yang kelewat batas dan memperbolehkan orang awam politik untuk berlomba memperebutkan kursi DPR sebagai anggota legislatif Karena alasan jaminan kesejahteraan hidup bagi dirinya dan keluarga. Sungguh ironis jika kita melihat banyaknya public figure (artis) berlomba menyalonkan diri menjadi calon legislatif. Saat ini demokrasi yang terlihat bukan lagi berpegang teguh pada asas demokrasi yang mengatasnamakan rakyat diatas kepentingan pribadi,melainkan mengatasnamakan kepentingan partai dan pribadi diatas kepentingan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat telah berubah haluan menjadi dari partai, oleh partai dan untuk partai. Dengan keadaaan seperti ini siapa yang patut dipersalahkan?
Munculnya Kekuatan Politik Baru Pasca jatuhnya Soeharto pada 1998 lewat perjuangan yang panjang oleh mahasiswa, rakyat dan politisi, kondisi politik yang dihasilkan tidak mengarah ke perbaikan yang signifikan. Memang secara nyat akita bisa melihat perubahan yang sangat besar, dari rezim yang otoriter menjadi era penuh keterbukaan. Amandemen UUD 1945 yang banyak merubah sistem politik saat ini, penghapusan dwi fungsi ABRI, demokratisasi hampir di segala bidang, dan banyak hasil positif lain. Namun begitu, perubahan-perubahan itu tidak banyak membawa perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di tingkat masyarakat. Begitupun di sektor pendidikan. Mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan menjadi salah satu faktor ketidakberkembangnya generasi muda.
Akibat dari semua hal diatas, representasi keberagaman kesadaran politik masyarakat ke dunia publik pun menjadi minim. Demokrasi yang terjadi diIndonesia kini, akhirnya hanya bisa dilihat sebagai demokrasi elitis, dimana kekuasaan terletak pada sirkulasi para elit politik. Rakyat hanya berfungsi sebagai pendukung, untuk memilih siapa dari kelompok elit yang sebaiknya memerintahmasyarakat.
Lalu saat ini muncullah pertanyaan mengenai pemilihan demokrasi untuk Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah, ”Jika reformasi dan kerusuhan 1998 juga belum dapat menentukan bagaimana model demokrasi yang cocok bagiIndonesia, apakah demokrasi memang tidak cocok bagi Indonesia?” untuk mencoba menjawab pertanyaan diatas, saya ingin menekankan untuk memisahkan antara demokrasi sebagai sistem politik dengan demokrasi sebagai sebuah nilai. Demokrasi adalah sebuah nilai yang memberikan kebebasan dan partisipasi masyarakat. Dengan demokrasi, para warga negara dapat dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan. Maksudnya, setiap individu berhak menentukan segala hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya, baik dalam kehidupan personal maupun sosial. Selain itu, demokrasi juga adalah cara yang efektif untuk mengontrol kekuasaan agar tidak menghasilkan penyalahgunaan wewenang. Masa transisi demokrasi di Indonesia yang masih belum menunjukan kehidupan demokrasi yang baik lebih dikarenakan negara hukum yang menjadi landasan Indonesia belum dapat menjanjikan demokrasi. Persyaratan untuk menuju terbentuknya negara demokrasi akhirnya memang sangat bertumpu pada prosesreformasi hukum. Hukum harus diciptakan dan ditegakkan untuk memberikan jaminan berkembangnya masyarakat terlebih kepada generasi muda yang mampu menopang pemerintahan yang demokratis. Hukum harus dikembangkan untuk memperkuat masyarakat sipil (civil society) agar mampu mampu mengontrol dan memantau pemerintah ketika menjalankan kekuasaannya. Supaya tidak terjadi penyalah gunaan wewenang dan kekuasaan. Kita pun harus menjunjung hak asasikita sebagai warga masyarakat yang bebas berpendapat asalkan tahu batasan- batasannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar