A.
PENGERTIAN
HUKUM
Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara
hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari
pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
B.
BIDANG
HUKUM
Hukum
dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum
tata negara,
hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum
agraria, hukum
bisnis, dan hukum lingkungan.
a. Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah
hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek
hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh
peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa
pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis
perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
a)
Kejahatan
ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang -
undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa
keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi
berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan
sebagainya.
b) Sedangkan pelanggaran ialah
perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan
efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak
menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan
sebagainya.
Di
Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda,
sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex
generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum
termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex
specialis)
b. Hukum Perdata
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan
saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil.
Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau
kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1. Hukum keluarga
2. Hukum harta kekayaan
3. Hukum benda
4. Hukum Perikatan
5. Hukum Waris
c. Hukum Acara
Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan
hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan
ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan
hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa
hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum
materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan
ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum
materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk hukum materiil
tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana
harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas
Lembaga Pemasyarakatan.
Hukum acara pidana yang harus
dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal
penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menrut hukum acara
pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan.
Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim
pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang
terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara
perdata. termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan
hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara
tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran
seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang
untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara,
terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan
diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk
seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat
tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan
hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan
kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan
petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar
menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan
di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak
hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk
menaati hukum.
d. Hukum Tata Negara
e. Hukum Internasional
C.
SEJARAH
HUKUM INDONESIA
D.
KEADILAN
HUKUM
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral
mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar
teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. Kebanyakan orang
percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan
sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi,
banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak
jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena
definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan
segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan hukum itu cukup sederhana, yaitu apa yang
sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak
adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk
memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam
bahasa sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang
akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang
melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut. Hukum Indonesia dinilai
belum mampu memberikan keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Justru
sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak
semena-mena.
Equality before the law. Suatu kata yang selalu
diajarkan pada bangku kuliah fakultas hukum di seluruh Indonesia atau bahkan
seluruh dunia. Persamaan di depan hukum setidaknya merupakan gambaran betapa
hukum menempatkan setiap orang siapa pun dia, dari mana pun dia, dan berlatar
belakang apa pun dia, harus ditempatkan dalam kedudukan yang sama di hadapan
hukum.
ASAS persamaan di hadapan hukum itulah yang
menjadikan hukum sebagai sarana pencapaian keadilan. Adanya persamaan itulah,
maka hukum itu harus ditaati oleh siapa pun karena hanya lewat hukum akan ada
ketertiban, ketenteraman, dan keadilan.
Namun, potret penegakan hukum Indonesia kini telah
berada pada titik yang tidak lagi berada pada timbangan keseimbangan, bak
pedang bermata satu yang tumpul di atas namun amat tajam di bawah. Betapa
tidak, akhir-akhir ini kita banyak dapatkan fenomena hukum di negeri Indonesia
yang secara tegas konstitusinya menyebutkan sebagai negara hukum dalam artian
segala bentuk tindakan manusianya harus dilandaskan oleh hukum. Namun, ternyata
fenomena-fenomena yang ada menggabarkan betapa hukum hanya berlaku sepihak di
Indonesia.
Sebuah tayangan televisi akhir-akhir ini secara
gamblang memaparkan kepada masyarakat bagaimana hukum itu berjalan di
tangan-tangan para malaikat dunia yang seenakanya saja memainkan dan menentukan
nasib seseorang. Jelas para penegak hukum bukan malaikat apalagi Tuhan,
sehingga kesalahan adalah suatu hal yang wajar atau bahkan suatu takdir yang
tak mungkin dapat dihindari. Tapi, apakah kesalahan yang berlangsung secara
terus-menerus itu juga takdir?
Dalam tayangan televisi tersebut dipaparkan betapa kasus seorang jaksa Esther yang secara terbukti bersalah menjual barang bukti berupa pil ekstasi yang juga merupakan barang bukti sejumlah lebih dari 300 butir hanya divonis oleh majelis hakim satu tahun penjara. Sedangkan di sisi lain sebagai bahan perbandingan ada seorang sopir yang kedapatan membawa satu pil ekstasi divonis majelis hakim 4 tahun penjara. Inikah keadilan yang dijanjikan hukum di negeri ini. Ini hanya satu kasus dari ratusan kasus atau bahkan ribuan kasus yang tidak terekspose media. Bagaimana para pelaku hukum bisa menjelaskan keadilan jika posisi hukum diibaratkan sebagai pedang yang bermata satu?
Betapa tidak, tiga ratus pil ekstasi dan satu pil ekstasi bisa diberikan hukuman lebih berat untuk yang satu pil ekstasi. Padahal, secara jelas penjual 300 pil ekstasi adalah seorang penegak hukum yang seharusnya menyandang gelar terhormat dan integritas yang harus menjadi panutan masyarakat. Sehingga layak bagi hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya karena secara pribadi ia adalah orang yang tahu hukum.
Dalam tayangan televisi tersebut dipaparkan betapa kasus seorang jaksa Esther yang secara terbukti bersalah menjual barang bukti berupa pil ekstasi yang juga merupakan barang bukti sejumlah lebih dari 300 butir hanya divonis oleh majelis hakim satu tahun penjara. Sedangkan di sisi lain sebagai bahan perbandingan ada seorang sopir yang kedapatan membawa satu pil ekstasi divonis majelis hakim 4 tahun penjara. Inikah keadilan yang dijanjikan hukum di negeri ini. Ini hanya satu kasus dari ratusan kasus atau bahkan ribuan kasus yang tidak terekspose media. Bagaimana para pelaku hukum bisa menjelaskan keadilan jika posisi hukum diibaratkan sebagai pedang yang bermata satu?
Betapa tidak, tiga ratus pil ekstasi dan satu pil ekstasi bisa diberikan hukuman lebih berat untuk yang satu pil ekstasi. Padahal, secara jelas penjual 300 pil ekstasi adalah seorang penegak hukum yang seharusnya menyandang gelar terhormat dan integritas yang harus menjadi panutan masyarakat. Sehingga layak bagi hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya karena secara pribadi ia adalah orang yang tahu hukum.
Dalam tayangan tersebut, salah seorang majelis hakim
menjelaskan pertimbangannya menjatuhkan vonis satu tahun. Ia menyatakan bahwa
jaksa Esther terpeleset alias tidak sengaja menjual ekstasi. Sungguh
pertimbangan hukum yang menyedihkan. Sedangkan untuk kasus sopir yang membawa
satu pil ekstasi tidak pernah ada pertimbangan terpeleset atau tidak. Padahal,
jaksa Esther jika ditelusuri mendalam selain menjual ekstasi, dia juga mencuri
barang bukti. Artinya, ada dua tindak pidana yang ia lakukan. Selain itu, dia
juga menjual kepada oknum kepolisian. Sehingga dari rangkaian tersebut, efek
jera dari putusan pengadilan adalah suatu hal yang mutlak agar institusi
penegak hukum dapat dan mau mengoreksi dan memperbaiki citranya yang sudah
hancur berantakan di mata masyarakat.
Seharusnya penegak hukum harus bersikap adil kepada
semua masyarakat tanpa membeda bedakan dia itu “masyarakyat biasa” atau “orang
penting” di negeri ini. Dengan melihat apa kesalahannya yang dibuat dan dihukum
sesuai dengan peraturan yang ada dengan adil, bukannya malah kasus yang lebih
ringan dihukum lebih berat daripada kasus berat dihukumnya ringan.
Integrated is not negotiable (integritas adalah
suatu hal yang tidak bisa dinegosiasikan) sebuah ungkapan yang harus selalu
dijunjung para penegak hukum kini hanya tinggal kenangan dan berganti menjadi
integrated is must negotiable (integritas adalah hal yang harus di
negosiasikan). Ketika integritas tidak lagi menjadi bagian dari penegakan hukum
di Indonesia, keadilan jelas bukan lagi monopoli hukum di negeri ini.
E.
HUKUM
INDONESIA
Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
a. Hukum Perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban
yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas
konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih
bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri
dari empat bagian yaitu :
·
Buku
I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk
bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak
berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
·
Buku
II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak;
dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk
bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
tentang hak tanggungan.
·
Buku
III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan.
Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD
adalah bagian khusus dari KUHPer.
·
Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
b. Hukum Pidana
Hukum pidana merupakan bagian dari
hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana
materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang
penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia,
pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab
undang-undang hukum pidana
(KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil.
Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8
tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
c. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur
kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan
kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara
mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu
keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu,
dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
d. Hukum Tata Usaha (Administrasi)
Negara
Hukum tata usaha (administrasi)
negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum
yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum
administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya
terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum
tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan
oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum
administrasi negara dimana negara dalam "keadaan yang bergerak".
Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
e. Hukum
Adat
f. Hukum
Islam
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara
menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan
masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi
yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15
ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
F.
FUNGSI
HUKUM
Secara
umum hukum mempunyai arti himpunan peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Untuk mencapai tujuannya,
hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu.
Saat
ini, terdapat perbedaan-perbedaan pandangan fungsi hukum diantara para
ahli hukum, dan perbedaan itu kerap kali menjadi unsur yang mendorong timbulnya
perbedaan mengenai tujuan menerapkan hukum. Ada yang lebih menekankan pada
fungsi kontrol sosial, atau fungsi perubahan, dan lain-lain. Jika masing-masing
pihak menuntut menurut keinginannya sendiri-sendiri maka yang timbul adalah
permasalahan hukum bukan penyelesaian hukum. Bahkan menimbulkan konflik, yang
berkonotasi saling menyalahkan, saling menuduh dan lain-lain.
Selain
perdebatan mengenai fungsi hukum, terjadi pula perdebatan mengenai tujuan
hukum. Secara tradisional ada yang memusatkan tujuan hukum untuk mewujudkan
keadilan dan ketertiban. Kalau dikaji lebih dalam, pada tingkat tertentu dua tujuan
itu tidak selalu seiring bahkan dapat bertentangan satu sama lain. Tujuan
mewujudkan keadilan berbeda dengan tujuan mewujudkan ketertiban. Dalam keadaan
tertentu, tuntutan keadilan akan melonggarkan kepastian hukum, sedangkan
kepastian hukum justru merupakan komponen utama mewujudkan ketertiban. Tanpa
kepastian hukum tidak akan ada ketertiban. Sebaliknya pada tingkat tertentu,
ketertiban dapat menggerogoti keadilan. Selain mewujudkan kepastian, ketertiban
memerlukan persamaan (equality), sedangkan keadilan harus memungkinkan
keberagaman atau perbedaan perlakuan.
Joseph Raz
(1983 V 163-177) membedakan fungsi sosial hukum atas: Fungsi langsung dan
Fungsi langsung yang bersifat primer, yakni mencakup pencegahan perbuatan
tertentu dan mendorong dilakukannya perbuatan tertentu, penyediaan
fasilitas bagi rencana-rencana privat, penyediaan servias dan pembagian kembali
barang-barang, penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler.
1) Fungsi
Langsung Bersifat Sekunder
·
Prosedur
perubahan hukum, meliputi antara lain: constitution making bodies, parliements,
local authorities, administrative legislation, custom, judicial law-making,
regulations made by independent public bodies dan lain-lain.
·
Prosedur
bagi pelaksana hukum
2) Fungsi
Tidak Langsung
Termasuk di dalam fungsi hukum yang
tidak langsung ini adalah memperkuat atau memperlemah kecenderungan untuk
menghargai nilai-nilai normal tertentu, sebagai contoh:
·
Kesucian
hidup
·
Memperkuat
atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas umum
·
Mempengaruhi
perasaan kesatuan nasional
3) Funsi
Hukum Menurut Tokoh Indonesia
·
Menurut
pendapat Soedjono Dirjosisworo
1. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban
dan ketentraman masyarakat
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan
keadilan
3. Sarana penggerak pembangunan
4. Fungsi kritis dari hukum bahwa daya
kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan kepada aparatur pengawas,
aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukumnya.
·
Menurut
Sunaryati Hartono
1. Hukum sebagai pemeliihara ketertiban
dan keamanan
2. Sebagai sarana pembangunan
3. Sarana penegak keadilan
4. Sarana pendidikan kepada masyarakat
·
Seminar
hukum Nasional IV (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980:61) menyatakan bahwa
fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan ialah:
1. Sebagai pengatur, penertib dan
pengawas kehidupan masyarakat
2. Penegak keadilan dan pengayom warga
masyarakat
3. Penggerak dan pendorong pembangunan
dan perubahan menuju masyarakat yang dicita-citakan
4. Pengaruh masyarakat pada nilai-nilai
yang mendukung usaha pembangunan
5. Penjamin keseimbangan dan keserasian
yang dinamis dalam masyarakat yang mengalami perubahan cepatFactor integrasi
antara berbagai sub system budaya bangsa
4) Fungsi
Hukum sebagai “ A Tool of Social Control”
Menurut Ronny Hantijo Soemitro
(1984:134): Kontrol sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau
dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta
akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemindanaan dan
pemberian ganti rugi.
Dari apa yang dikemukakan oleh Prof.
Ronny di atas, kita dapat menangkap isyarat bahwa hukum bukan satu-satunya alat
pengendali atau pengontrol sosial. Hukum hanyala salah satu alat kontrol sosial
dalam masyarakat.
Fungsi hukum sebagai alat
pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan
tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum,
dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi
penyimpangan tersebut.
Olehnya itu Ronny (1984: 143)
menuliskan bahwa: “Tingkah laku yang menyimpang merupakan tindakan yang
tergantung pada kontrol sosial. Ini berarti kontrol sosial menentukan tingkah
laku yang bagaimana yang merupakan tingkah laku yang menyimpang. Makin
tergantung tingkah laku itu pada kontrol sosial makin berat nilai penyimpangan
pelakunya. Berat ringannya tingkah laku menyimpang itu tergantung …….”
Menurut pendapat JS. Rouceek (1951:
31) yang menyatakan: “Mekanisme pengendalian sosial (mechanisme of social
control) ialah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bukan
memaksa para warga agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan
nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan”.
5) Fungsi
Hukum sebagai “A Political Instrument”
Hukum dan politik memang sulit
dipisahkan, khususnya hukum tertulis mempunyai kaitan langsung dengan negara.
Karena itulah Curzon menyatakan bahwa: “The close connections between law
dan politics, between legal principles and the institution of the law, between
political ideologies and government institutions are obvius…”. Sejauhmana
hukum itu dapat dijadikan sebagai alat politik? Pandangan kaum dogmatik adalah
bahwa fungsi hukum sebagai alat politik tidak merupakan gejala universal,
melainkan hanya ditemukan pada negara-negara tertentu dengan sistem tertentu.
Mereka menganggap konsep negara hukum melarang hukum dijadikan sebagai alat
politik, merupakan hal yang universal. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi
hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka peranan penguasa politik terhadap
hukum adalah sangat besar.
Dalam sistem hukum kita di
Indonesia, undang-undang adalah produk bersama DPR dan pemerintah. Kenyataan
ini tak mungkin disangkal betapa para politisilah yang memprodukkan
undang-undang (hukum tertulis).
Pandangan bahwa hukum tak mungkin
dipisahkan sama sekali dari politik, bukan hanya pandangan juris yang beraliran
sosiologis, tetapi bahkan pencipta ‘the pure theory of law”, Hans Kelsen, yang
antara lain mengemukakan (dikutip dari Purnadi dan Soerjono, 1983: 12) bahwa:
(Pemisahan poitik secara tegas sebagaimana dituntut oleh ajaran murni memang
hukum, hanya berkaitan dengan ilmu hukum, dan bukan dengan obyeknya yaitu
hukum. Dengan tegas dikatakan hukum tidak dapat dipisahkan dengan politik).
Hukum tidak mungkin dipisahkan
dengan politik. Terutama pada masyarakat yang sedang membangun, dimana
pembangunan tidak lain merupakan keputusan politik, sedangkan pembangunan jelas
membutuhkan legalitas dari sektor hukum.
Kaum dogmatik melihat hukum sebagai
alat politik bukan hal yang bersifat universal. Mereka memberi contoh di
negara-negara mana saja hukum dijadikan sebagai alat politik, yaitu di dalam
sistem hukum Marxis, konsep hukum didasarkan pada asas-asas dari peran
pengadilan sebagai konsolidator dan pembela tata politik. Hal itu mudah
dimengerti jika kita sempat membaca definisi hukum dari Shebanov (Curzon, 1979:
44) bahwa: “In socialist countries a law is a basic legal instrument for
resolving political problem and an important tool tor economic and cultural
development, for insuring the internal and external security of the state, for
the protection of socialist property and for the expansion and consolidation of
socialist democracy”.
Pendapat Shebanov yang mengatakan bahwa di dalam
negara-negara sosialis dan untuk mengekspansi serta mengkonsolidasikan
demokrasi sosialis; keseluruhannya itu tidak lain adalah wujud dari totaliter
yang diselubungi dengan istilah demokrasi. Bagi penulis, pernyataan Shebanov
dapat dianggap sebagai pencerminan masyarakat komunis dimana hukumnya bukan
dianggap sebagai pencerminan masyarakat komunis dimana hukumnya bukan sekadar
alat politik, tetapi hukumnya ditindas oleh politik untuk melakukan apa yang
diinginkan oleh pemerintah komunis tersebut. Dalam hal ini kita harus
membedakan antara penggunaan hukum sebagai alat politik dalam arti yang wajar,
dan penindasan hukum oleh politik untuk melakukan kesewenang-wenangan seperti
yang dilakukan oleh pemerintah otoriter dan komunis.